Akhir-akhir ini aku sering banget nonton film di bioskop. Sering banget karena dalam kurun waktu kurang dari satu bulan sudah nonton 4 film! Which is so crazy! Biasanya paling ke bioskop dua bulan atau sebulan sekali. Hanya untuk nonton film yang memang sudah diincar sejak trailer nya baru tayang di YouTube.
Sejak awal tahun 2018 bioskop memang dibanjiri dengan film-film keren, baik film mancanegara maupun film Indonesia. Sebut saja Dilan 1990 yang sudah mencapai lebih dari 6 juta penonton selama penayangannya di bioskop seluruh Indonesia. Ratingnya di IMDb pun cukup memuaskan, yaitu 7,8 dari skala 1-10 dan film ini sukses menjadi salah satu pemegang rekor film Indonesia dengan penonton terbanyak. Setelah itu ada beberapa deretan film keren lain yang tayang hingga quarter pertama 2018 ini, seperti: Yowis Ben (9,6/10 versi IMDb-Februari), Black Panther (7,8/10 versi IMDb-Februari), Ready Player One (7,9/10 versi IMDb-Maret), A Quiet Place (8,2/10 versi IMDb-April), dan sebagainya.
Film-film yang sukses di layar lebar hingga menyita perhatian ribuan bahkan jutaan penonton tersebut memiliki penonton dari berbagai kalangan, bahkan dari berbagai usia. Disitulah letak permasalahannya. Film yang tayang di bioskop pastinya sudah melewati proses sensor dari Lembaga Sensor Film Republik Indonesia (LSF-RI) yang kemudian dimasukkan dalam kategori umur (penonton) yang sesuai. Tujuannya adalah agar film-film tersebut tidak salah sasaran dan salah tafsir oleh penonton yang tidak seharusnya.
Sayangnya, di beberapa bioskop di Jakarta yang pernah kudatangi, peraturan mengenai pembatasan umur ini tidak begitu diindahkan. Beberapa minggu lalu, aku mencoba untuk uji nyali dengan nonton film Danur 2: Maddah (padahal I am not into horror movies, at all). Sesampainya di bioskop aku sedikit (banyak) terkejut karena studio full. Memang saat itu hari libur. Awalnya aku hanya berfikir ternyata selama ini aku adalah salah satu orang paling penakut karena tidak pernah nonton film horror, padahal orang Indonesia sangat antusias dengan memenuhi bioskop hanya untuk nonton film horror. Hal berikutnya yang membuatku semakin kaget (dan bingung) sebagian besar penontonnya adalah anak di bawah umur, siswa-siswa SD yang berusia sekitar 10-12 tahun. Mereka didampingi beberapa orang dewasa, mungkin orang tua atau gurunya aku tidak begitu memperhatikan, yang jelas tidak cukup untuk mengawasi dan memberikan arahan tentang tontonan yang mungkin dibutuhkan oleh setiap anak-anak tersebut. Akibatnya, beberapa anak duduk terpisah dengan orang dewasa 'pendamping' mereka. Pertanyaanku saat itu adalah: Bagaimana bisa anak usia 10-12 tahun bisa masuk bioskop untuk menonton film dengan kategori usia 13+ (tiga belas tahun ke atas)?
Beberapa hari setelah menonton film tersebut, aku mencoba mencari-cari informasi tentang film-film yang sedang dan akan tayang di bioskop, yang membuatku menemukan film Danur 2: Maddah masih sedang tayang. Pertanyaanku beberapa hari sebelumnya tentang kategori usia penonton bioskop ternyata salah, ternyata film Danur tersebut dikategorikan sebagai film 17+ bukan 13+. Artinya hanya penonton dengan usia 17 tahun atau lebih yang boleh menonton film tersebut. Karena penasaran, aku mencoba mencari kebenaran informasi tersebut melalui website Lembaga Sensor Film Republik Indonesia (LSF-RI), yang menyatakan bahwa film Danur 2: Maddah tersebut memang dikategorikan sebagai film 17+. Lalu bagaimana mungkin bioskop membiarkan anak-anak di bawah umur menonton film tersebut? Sangat disayangkan.
Demi melindungi anak-anak dari tayangan yang mungkin berdampak kurang baik, dibutuhkan bantuan dari semua pihak. Salah satunya adalah pengelola bioskop. Mereka seharusnya bisa lebih ketat dalam menerapkan aturan batas usia bagi penonton. Sehingga nantinya tidak akan ada anggapan bahwa mereka hanya menguntungkan segi komersial saja; tiket habis terbeli, tidak peduli siapa menonton film apa.
Yaelah, namanya juga anak-anak
BalasHapusDih, ya makanya -_-
HapusJangan racuni anak-anak 😤
Iya lho aku juga Beberapa kali nonton film yg harusnya buat remaja ke atas tapi ada gitu anak kecil yg nonton. Lha terus apa dong gunanya ketentuan batas minimum umur penontonnya? Hmm.
BalasHapusSedih gak sih? Hmm
HapusNice res, btw km kan juga belum cukup umur to??
BalasHapusIyanih, seeing dilarang nonton karena belum cukup umur :((
HapusHalo areska. menanggapi tentang sensor film oleh LSF RI, tempo hari aku ikut workshopnya mengenai apa itu yang disebut dengan swasensor. Sebuah program sensor mandiri yang memang harus disosialisasikan pada masyarakat luas bahwa pembatasan umur oleh LSF RI juga perlu dukungan dari kita semua. Tulisanmu ini, salah satunya adalah bentuk dari gerakan swa-sensor itu. Aku juga kadang ikut miris karena orang tua tidak cukup memahami kebutuhan konsumsi hiburan untuk anak-anaknya dan terlalu egois untuk menikmati hiburan bagi dirinya sendiri. LSF RI tentu tidak bisa mengontrol itu meskipun dengan jelas di situ tertulis batas umurnya, sedangkan pihak bioskop pastinya ya hanya memikirkan segi keuntungan. Semoga lewat tulisanmu ini, ada beberapa orang yang tercerahkan. Yang lebih penting lagi, semoga kelak anak-anakmu juga bisa kamu berikan tontonan yang mampu menjadi tuntunan. #dutaswasensor #haha #oposeh
BalasHapusIya sih mba, kalo kita sendiiri gak aware juga gak ngaruh ya sensor2 itu he he.
HapusBTW terimakasih mba informasinyaa, semoga menjadi duta swasensor yang amanah haha
TV kayaknya juga demikian... Isi dari tivi kita kebanyakan tontonan yang kurang memberikan nutrisi dan tuntunan.... Jadi jangan heran kalo anak kecil usia 7 tahun saja ketika ditanya cita-citanya, jawabnya pengen jadi "Black Cobra", which is salah satu geng di sinetron anak jalanan... Wkwkwk itu ponakanku btw
BalasHapus