Wanderer

Langkah-langkah gontai,
Penuh keraguan dan ketakutan,
Tak tau arah dan tujuan,
Bahkan tak peduli kemana angin membawanya pergi.

Aku berjalan tak tentu arah, malam itu hujan turun rintik-rintik. Sudah lama kota ini kering, tak ada setetespun air langit yang turun. Tetesan air malam itu menyudahi dahaga panjang yang telah dirasakan berbulan-bulan. Aroma khas tanah kering yang terterpa air hujan menggelitik hidungku. Udara sejuknya membuatku nyaman berlama-lama diguyur hujan.

Kakiku menyusuri jalur khusus pejalan kaki di pinggiran jalan protokol yang masih saja sibuk meski hari telah larut. Kulirik jarum jam di pergelangan tanganku. Pukul 10 malam. Tapi aku masih belum mempunyai keinginan untuk pulang. Rasanya rumah bukan lagi menjadi tempat paling nyaman di dunia ini. Aku ingin pergi. Jauh, dan sendiri. Aku ingin berdamai dengan hati dan otakku yang belakangan ini tak begitu harmonis.

Begitu banyak hal terjadi di kepalaku. Namun hatiku tak pernah setuju. Selalu saja ada hal yang tidak bisa didamaikan keduanya. Aku lelah mengikuti ambisi otakku dan mencoba meluluhkan hatiku. Otakku membuatku merasa menjadi orang paling egois di dunia ini. Tapi hatiku membuatku terlihat bodoh dengan bertahan mengikutinya.

Malam ini aku ingin pergi sejauh angin membawaku. Aku sedang tidak ingin peduli dengan menjadi egois atau bodoh. Aku hanya ingin mengikuti setitik cahaya yang akan menuntunku keluar dari kegelapan ini. Aku tau cahaya itu akan datang. Entah dari mana dan kapan. Aku hanya tau cahaya itu ada, dan akan datang pada saat yang tepat.

... 

Komentar