Langkahku terhenti pada persimpangan jalan diantara hiruk pikuknya Ibu Kota. Orang-orang hilir mudik tiada henti. Seolah mereka tidak memiliki waktu lagi; terburu-buru dan tidak sabaran. Bunyi klakson kendaraan yang bersautan membuatku ingin berlari sekencang mungkin, melarikan diri dari kebisingan kota ini. Mataku menyapu hamparan lautan manusia di hadapanku. Mencoba mencari jalanku sendiri. Cahaya matahari senja perlahan merangkak naik. Angin sejuknya menerpa wajahku dengan nyaman. Aku hanya bisa terpaku pada barisan orang-orang yang entah sedang apa. Inginku segera melangkah pergi. Namun tak ada celah untukku. Aku terkurung. Terjebak. Tamat. Pikirku.
Aku hanya bisa terdiam pasrah dalam kehampaan. Menunggu keajaiban datang menyelamatkan. Kupandangi sekeliling; tidak ada yang berubah, hanya dunia yang semakin mencekam. Hingga satu tangan hangat tiba-tiba meraih tanganku. Menuntunku dengan lembut. Satu tangan lainnya melindungi tubuhku. Merangkul pundakku, memastikan tidak ada tangan-tangan lain yang mencoba meraihku. Aku tidak tahu siapa pemilik tangan penyelamat itu. Cahaya senja yang remang membuat pandanganku terbatas. Wajahnya tertutup hoodie dan hanya menyisakan siluet. Aku bisa merasakan tubuhnya yang dengan anehnya terasa nyaman berjalan di sampingku. Langkahnya, yang aku yakin mampu berjalan cepat, mencoba mengimbangi langkah pendekku. Berusaha tidak membuatku tertinggal. Seakan takut aku akan tersesat dan hilang jika aku tertinggal.
Dia terus menuntunku keluar dari barisan orang-orang aneh berwajah datar itu. Kami berjalan menyusuri kerumunan yang semakin menakutkan. Orang-orang mulai lebih aktif. Tangan-tangan mereka seolah tidak mengijinkan kaki kami terus melangkah. Wajah-wajah datar itu berubah menjadi bengis. Melihat kami seolah mangsa yang siap disantap. Tanpa kusadari, tanganku yang sedari tadi tidak berbuat apa-apa, kudapatinya sekarang melepaskan genggaman tangannya. Tanpa kusadari, tanganku balas merangkul tubuhnya. Mendekatkan diri padanya membuatku merasa aman. Hingga kami berhasil melewati kerumunan itu. Mencapai persimpangan jalan lain yang lengang. Dan berhenti di bawah lampu jalan.
Hal pertama yang kulakukan adalah memutar tubuhku menghadap pada sosok yang berhasil menyelamatkanku. Aku harus mengangkat tumit kakiku untuk bisa meraih tudung jaketnya. Aku mendapati wajah yang tidak pernah aku lihat sebelumnya. Aneh, aku merasa begitu merindukan sosok itu. Seperti seluruh hidupku telah kuhabiskan untuk menunggunya. Kerinduan ini begitu hebat hingga memaksa butiran-butiran air keluar dari mataku. Dia menarikku ke pelukannya. Mencoba menenangkan aku yang mendadak menangis sejadi-jadinya. Tangan hangatnya terasa begitu nyaman membelai lembut kepalaku. Sungguh membuatku tidak ingin pergi darinya. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, aku merasa dicintai, kembali.
Sejak saat itu, aku kembali jatuh cinta pada senja, yang dengan caranya membuatku merasa hidup kembali. Yang dengannya, kutemukan dia.
Terima kasih telah datang. Terima kasih telah meraih tanganku. Terima kasih untuk berjalan bersama disisiku. Terima kasih untuk tetap tinggal meski tahu aku tidaklah sempurna. Terima kasih telah menjadi tempatku bersandar. Terima kasih untuk tidak pernah membalas kemarahanku dengan kemarahanmu. Terima kasih telah membawaku sejauh ini. Dan, terima kasih, for simply being you and being in my life.
Happy birthday, love.
Hope we will celebrate each of our birthdays together, for the rest of our lives.
Komentar
Posting Komentar